MUI Terbitkan Fatwa Salat Id saat Corona: Boleh Berjemaah, tapi dengan Catatan

Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Dr. HM. Asrorun Ni'am Sholeh.

Indoaktual.com -Majelis Ulama Indonesia (MUI) menerbitkan fatwa terkait panduan salat Id atau Idul Fitri 1441 Hijriah. Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni'am mengatakan terbitnya fatwa atas dasar mewujudkan ketaatan ibadah umat muslim ke Allah SWT.

"Fatwa ini agar dapat dijadikan pedoman untuk pelaksanaan ibadah saat Idul Fitri dalam rangka mewujudkan ketaatan pada Allah. Tetapi pada saat yang sama, tetap menjaga kesehatan dan berkontribusi dalam memutus mata rantai penularan COVID-19," kata Ni'am kepada kumparan, Kamis (13/5).

Dalam fatwa diatur mengenai tata cara salat di tengah Indonesia yang kini dilanda pandemi corona. Salat Id secara berjemaah dalam fatwa MUI dibolehkan, namun dengan catatan.

"Jika umat Islam berada di kawasan COVID-19 yang sudah terkendali pada saat 1 Syawal 1441 H, yang salah satunya ditandai dengan angka penularan menunjukkan kecenderungan menurun dan kebijakan pelonggaran aktivitas sosial yang memungkinkan terjadinya kerumunan berdasarkan ahli yang kredibel dan amanah, maka salat Idul Fitri dilaksanakan dengan cara berjemaah di tanah lapang, masjid, musala, atau tempat lain," tulis fatwa tersebut.

Salat Idul Fitri juga bisa dilaksanakan secara berjemaah jika di daerah tersebut tak ditemukan adanya kasus corona. Salat bisa dilakukan di tanah lapang hingga masjid.

"Jika umat Islam berada di kawasan terkendali atau kawasan yang bebas COVID-19 dan diyakini tidak terdapat penularan (seperti di kawasan pedesaan atau perumahan terbatas yang homogen, tidak ada yang terkena COVID-19, dan tidak ada keluar masuk orang), salat Idul Fitri dapat dilaksanakan dengan cara berjemaah di tanah lapang/masjid/musala/tempat lain," terang fatwa tersebut.

Sementara untuk kawasan yang ada kasus corona, MUI memfatwakan agar salat Id dilakukan di rumah. Kedua opsi salat Id baik di rumah maupun di lapangan (bagi daerah yang tak punya kasus corona) tetap harus memperhatikan protokol kesehatan, untuk meminimalisir potensi penularan.

"Salat Idul Fitri boleh dilaksanakan di rumah dengan berjemaah bersama anggota keluarga atau secara sendiri (munfarid), terutama jika ia berada di kawasan penyebaran COVID-19 yang belum terkendali," tulis keterangan fatwa MUI.

"Pelaksanaan salat Idul Fitri, baik di masjid maupun di rumah harus tetap melaksanakan protokol kesehatan dan mencegah terjadinya potensi penularan," tambahnya.

Berikut selengkapnya fatwa MUI terkait salat Idul Fitri: 

FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA NOMOR 28 Tahun 2020 TENTANG PANDUAN KAIFIAT TAKBIR DAN  SHALAT IDUL FITRI SAAT PANDEMI COVID-19  
KETENTUAN DAN PANDUAN HUKUM 

I. Ketentuan Hukum 

Shalat Idul Fitri hukumnya sunnah muakkadah yang menjadi salah satu syi’ar keagamaan ( syi’ar min sya’air al-Islam ). 

Shalat idul fitri disunnahkan bagi setiap muslim, baik laki laki maupun perempuan, merdeka maupun hamba sahaya, dewasa maupun anak-anak, sedang di kediaman maupun sedang bepergian (musafir), secara berjamaah maupun secara sendiri.  

Shalat Idul fitri sangat disunnahkan untuk dilaksanakan secara berjama’ah di tanah lapang, masjid, mushalla dan tempat lainnya.  

Shalat Idul Fitri berjamaah boleh dilaksanakan di rumah. 

Pada malam idul fitri, umat Islam disunnahkan untuk menghidupkan malam idul fitri dengan takbir, tahmid, tasbih, serta aktifitas ibadah. 

II. Ketentuan Pelaksanaan Idul Fitri di Kawasan COVID-19 

Jika umat Islam berada di kawasan COVID-19 yang sudah terkendali pada saat 1 Syawal 1441 H, yang salah satunya ditandai dengan angka penularan menunjukkan kecenderungan menurun dan kebijakan pelonggaran aktifitas sosial yang memungkinkan terjadinya kerumunan berdasarkan ahli yang kredibel dan amanah, maka shalat idul fitri dilaksanakan dengan cara berjamaah di tanah lapang, masjid, mushalla, atau tempat lain. 

Jika umat Islam berada di kawasan terkendali atau kawasan yang bebas COVID-19 dan diyakini tidak terdapat penularan (seperti di kawasan pedesaan atau perumahan terbatas yang homogen, tidak ada yang terkena COVID-19, dan tidak ada keluar masuk orang), shalat idul fitri dapat dilaksanakan dengan cara berjamaah di tanah lapang/masjid/mushalla/tempat lain. 

Shalat Idul Fitri boleh dilaksanakan di rumah dengan berjamaah bersama anggota keluarga atau secara sendiri ( munfarid), terutama jika ia berada di kawasan penyebaran COVID-19 yang belum terkendali.  

Pelaksanaan shalat idul fitri, baik di masjid maupun di rumah harus tetap melaksanakan protokol kesehatan dan mencegah terjadinya potensi penularan. 

III. Panduan Kaifiat Shalat Idul Fitri Berjamaah 

Kaifiat shalat idul fitri secara berjamaah adalah sebagai berikut: 


  • Sebelum shalat, disunnahkan untuk memperbanyak bacaan takbir, tahmid, dan tasbih.  
  • Shalat dimulai dengan menyeru "ash-shalâta jâmi‘ah", tanpa azan dan iqamah. 
  • Memulai dengan niat shalat idul fitri, yang jika dilafalkan berbunyi; 
أُصَلِّي سُنَّةً لعِيْدِ اْلفِطْرِ  رَكْعَتَيْنِ (مَأْمُوْمًا\إِمَامًا)  لله تعالى 

“Aku berniat shalat sunnah Idul Fitri dua rakaat (menjadi makmum/imam) karena Allah ta’ala.” 

  • Membaca takbiratul ihram (الله أكبر) sambil mengangkat kedua tangan. 
  • Membaca takbir sebanyak 7 (tujuh) kali (di luar takbiratul ihram) dan di antara tiap takbir itu dianjurkan membaca:  

سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ  


  • Membaca surah al-Fatihah, diteruskan membaca surah yang pendek dari Alquran. 


  • Ruku’, sujud, duduk di antara dua sujud, dan seterusnya hingga berdiri lagi seperti shalat biasa.  
  • Pada rakaat kedua sebelum membaca al-Fatihah, disunnahkan takbir sebanyak 5 (lima) kali sambil mengangkat tangan, di luar takbir saat berdiri ( takbir qiyam), dan di antara tiap takbir disunnahkan membaca: 


  سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ. 


  • Membaca Surah al-Fatihah, diteruskan membaca surah yang pendek dari Alquran.  
  • Ruku’, sujud, dan seterusnya hingga salam.  


  • Setelah salam, disunnahkan mendengarkan khutbah Idul Fitri. 


IV. Panduan Kaifiat Khutbah Idul Fitri 


  1. Khutbah ‘Id hukumnya sunnah yang merupakan kesempuranaan shalat idul fitri. 
  2. Khutbah ‘Id dilaksanakan dengan dua khutbah, dilaksanakan dengan berdiri dan di antara keduanya dipisahkan dengan duduk sejenak. 
  3. Khutbah pertama dimulai dengan takbir sebanyak sembilan kali, sedangkan pada khutbah kedua dimulai dengan takbir tujuh kali.  






Khutbah pertama dilakukan dengan cara sebagai berikut: 


  • Membaca takbir sebanyak sembilan kali 
  • Memuji Allah dengan sekurang-kurangnya membaca الحمد لله 
  • Membaca shalawat nabi Saw., antara lain dengan membaca اللهم صل على سيدنا محمد 
  • Berwasiat tentang takwa.   
  • Membaca ayat Al-Qur'an  

Khutbah kedua dilakukan dengan cara sebagai berikut: 


  • Membaca takbir sebanyak tujuh kali 
  • Memuji Allah dengan sekurang-kurangnya membaca الحمد لله 
  • Membaca shalawat nabi saw, antara lain dengan membaca اللهم صل على سيدنا محمد 
  • Berwasiat tentang takwa.   
  • Mendoakan kaum muslimin  

V. Ketentuan Shalat Idul Fitri Di Rumah 

Shalat Idul Fitri yang dilaksanakan di rumah dapat dilakukan secara berjamaah dan dapat dilakukan secara sendiri. 

Jika shalat Idul fitri dilaksanakan secara berjamaah, maka ketentuannya sebagai berikut: 


  • Jumlah jamaah yang shalat minimal 4 orang, satu orang imam dan 3 orang makmum. 


  • Kaifiat shalatnya mengikuti ketentuan angka III ( Panduan Kaifiat Shalat Idul Fitri Berjamaah) dalam fatwa ini. 
  • Usai shalat Id, khatib melaksanakan khutbah dengan mengikuti ketentuan angka IV dalam fatwa ini. 
  • Jika jumlah jamaah kurang dari empat orang atau jika dalam pelaksanaan shalat jamaah di rumah tidak ada yang berkemampuan untuk khutbah, maka shalat idul fitri boleh dilakukan berjamaah tanpa khutbah. 

Jika shalat Idul fitri dilaksanakan secara sendiri ( munfarid), maka ketentuannya sebagai berikut: 

  • Berniat niat shalat idul fitri secara sendiri. 
  • Dilaksanakan dengan bacaan pelan ( sirr). 
  • Tata cara pelaksanaannya mengacu pada angka III ( Panduan Kaifiat Shalat Idul Fitri Berjamaah) dalam fatwa ini. 
  • Tidak ada khutbah. 

VI. Panduan Takbir Idul Fitri 

  1. Setiap muslim dalam kondisi apapun disunnahkan untuk menghidupkan malam idul fitri dengan takbir, tahmid, tahlil menyeru keagungan Allah SWT. 
  2. Waktu pelaksanaan takbir mulai dari tenggelamnya matahari di akhir ramadhan hingga jelang dilaksanakannya shalat Idul Fitri. 
  3. Disunnahkan membaca takbir di rumah, di masjid, di pasar, di kendaraan, di jalan, di rumah sakit, di kantor, dan di tempat-tempat umum sebagai syiar keagamaan. 
  4. Pelaksanaan takbir bisa dilaksanakan sendiri atau bersama-sama, dengan cara jahr (suara keras) atau sirr (pelan). 
  5. Dalam situasi pandemi yang belum terkendali, takbir bisa dilaksakan di rumah, di masjid oleh pengurus takmir, di jalan oleh petugas atau jamaah secara terbatas, dan juga melalui media televisi, radio, media sosial, dan media digital lainnya. 
  6. Umat Islam, pemerintah, dan masyarakat perlu menggemakan takbir, tahmid, dan tahlil saat malam idul Fitri sebagai tanda syukur sekaligus doa agar wabah COVID-19 segera diangkat oleh Allah SWT. 

VII. Amaliah Sunnah Idul Fitri 

Pada hari Idul Fitri disunnahkan beberapa amaliah sebagai berikut: 

  1. Mandi dan memotong kuku  
  2. Memakai pakaian terbaik dan wangi-wangian 
  3. Makan sebelum melaksanakan sholat Idul Fitri 
  4. Mengumandangkan takbir hingga menjelang shalat. 
  5. Melewati jalan yang berbeda antara pergi dan pulang  
  6. Saling mengucapkan selamat (tahniah al-id) antara lain dengan mengucapkan تقبل الله منا و منكم 

Ditetapkan di : Jakarta 

Pada tanggal : 20 Ramadan 1441 H/13 Mei 2020 M 

MAJELIS ULAMA INDONESIA 

KOMISI FATWA 

PROF. DR. H. HASANUDDIN AF  

Ketua   



 
DR. HM. ASRORUN NI’AM SHOLEH, MA 

Sekretaris 

Mengetahui, 

DEWAN PIMPINAN  

MAJELIS ULAMA INDONESIA 

KH. MUHYIDDIN JUNAEDI, MA  

Wakil Ketua Umum   

DR. H. ANWAR ABBAS, MM, MAg 

Sekretaris Jenderal

========

[kumparan]

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kritikan PDIP Kepada Jokowi Cuma Cuci Tangan Agar Tidak Disalahkan Rakyat

Pak Prabowo, Apakah Kenaikan Iuran BPJS Sesuai KESAKSIAN Anda bahwa Jokowi Berjuang demi Kepentingan Rakyat???

PDIP Kritisi Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan, Ubedilah Badrun: Cuma Gertak Sambal, Ujungnya Jadi Stempel Pemerintah